. BUPATI
BLORA
PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BLORA
NOMOR
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TENTANG
PELESTARIAN
CAGAR BUDAYA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI
BLORA
Menimbang
a. bahwa cagar
budaya di Kabupaten Blora merupakan kekayaan budaya
bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga perlu
dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan
daerah untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat;
b. bahwa
perkembangan pembangunan Kabupaten Blora saat ini mengalami peningkatan dan
perubahan yang
pesat, sehingga dapat berpengaruh
terhadap kelestarian cagar budaya;
e. bahwa cagar
budaya di Kabupaten Blora yang berupa benda, bangunan, struktur,
situs, dan
kawasan, perlu
dilestarikan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat
untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkan cagar budaya;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pelestarian
Cagar Budaya;
Mengingat.
1. Pasal 18 ayat
(6) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota
Besar Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Dan
Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor
45);
3. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kaliterakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah ( Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ( Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
5. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA
Dan
BUPATI
BLORA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan :PERATURAN
DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR
BUDAYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Kabupaten Blora.
2.Pemerintah
Daerah adalah Bupati dan perangkatdaerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahandaerah.
3.
Bupati adalah Bupati Blora.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Blora.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
selanjutnya disingkat
SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan Pemerintah Daerah.
6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat
di lingkungan Pemerintah
Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat
pendelegasian dari Bupati.
7. Cagar Budaya adalah warisan budaya
bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/ atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama,dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
8. Benda Cagar Budaya adalah benda alam
dan/atau benda
buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta
sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia
dan/atau dapat
dihubungkan dengan sejarah manusia, baik bersifat
bergerak maupun tidak bergerak, yang merupakan
kesatuan atau kelompok, berusia 50 (lima puluh)
tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat
berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi
sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai
budaya bagi penguatan
kepribadian bangsa.
9. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan
binaan yang
terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang berdinding
dan/atau tidak berdinding, dan beratap, berunsur tunggal
atau banyak, dan/ atau
berdiri bebas
atau menyatu dengan formasi alam, berusia50 (lima puluh) tahun atau lebih
mewakili masa gaya
paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai
budaya bagi penguatan
kepribadian bangsa.
10. Struktur Cagar Budaya adalah susunan
binaan yang
terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia
untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan
alam, sarana, dan prasarana
untuk menampung kebutuhan manusia, berunsur tunggal
atau banyak dan/atau sebagian atau seluruhnya menyatu dengan
formasi alam, berusia
50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling
singkat berusia 50 (lima puluh)tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan atau kebudayaan
dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
11. Situs Cagar Budaya adalah lokasi
yang berada di darat
dan atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, dan/ atau Struktur
Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia dan
menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
12. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan
ruang geografis
yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang
yang khas, berupa lanskap
budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit
50 (lima puluh) tahun, memiliki pola yang
memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling
sedikit 50 (lima puluh) tahun, memperlihatkan pengaruh manusia masa
lalu pada proses
pemanfaatan ruang berskala luas, memperlihatkan
bukti pembentukan lanskap budaya
dan memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti
kegiatan manusia atau endapan fosil. serta dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
13. Kepemilikan adalah hak terkuat dan
terpenuh terhadap
Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan
fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
14. Penguasaan adalah pemberian wewenang
dari pemilik
Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar
Budaya dengan tetap memperhatikan
fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
15. Kompensasi adalah imbalan berupa
uang dan/atau bukan
uang dari Pemerintah Daerah.
16. Insentif adalah dukungan berupa
advokasi, perbantuan,
atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong
pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah Daerah.
17. Tim Ahli Cagar Budaya yang
selanjutnya disebutTim Ahli adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai
bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk
memberikan rekomendasi penetapan,
pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
18. Tenaga Ahli Pelestarian yang
selanjutnya disebut Tenaga
Ahli adalah orang yang karena kompetensi keahlian
khususnya dan atau memiliki sertifikat dibidang perlindungan, pengembangan,
atau pemanfaatan
Cagar Budaya.
19. Museum adalah lembaga, tempat
penyimpanan, perawatan,
pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti
materiil hasil budaya manusia serta alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan
pelestarian kekayaan budaya bangsa.
20. Kurator adalah orang yang karena
kompetensi keahliannya
bertanggungjawab dalam pengelolaan koleksi museum.
21. Pendaftaran adalah upaya pencatatan
benda, bangunan,
struktur, lokasi, dan/ atau satuan ruang geografis untuk
diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah.
22. Penetapan adalah pemberian status
Cagar Budaya terhadap
benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang
geografis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
rekomendasi Tim Ahli
Cagar Budaya.
23. Register Nasional Cagar Budaya
adalah daftar resmi kekayaan
budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di
dalam dan di luar negeri.
24. Pengelolaan adalah upaya terpadu
untuk melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan
pengaturan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besar
kesejahteraan rakyat.
25. Pelestarian adalah upaya dinamis
untuk mempertahankan
keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi,
mengembangkan, dan
memanfaatkannya.
26. Perlindungan adalah upaya mencegah
dan menanggulangi
dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan
dengan cara Penyelamatan, Pengamanan,
Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
27. Penyelamatan adalah upaya
menghindarkan dan/atau
menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau
kemusnahan.
28. Pengamanan adalah upaya menjaga dan
mencegah Cagar
Budaya dari ancaman dan atau
gangguan.
29. Zonasi adalah penentuan batas-batas
keruangan Situs
Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan
kebutuhan.
30. Pemeliharaan adalah upaya menjaga
dan merawat agar
kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.
31. Pemugaran adalah upaya pengembalian
kondisi fisikBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur
Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan,
bentuk, tata letak, dan/ atau teknik pengerjaan
untuk memperpanjang usianya.
32. Pengembangan adalah peningkatan
potensi nilai, informasi,
dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui
Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan
serta tidak bertentangan
dengan tujuan Pelestarian.
33. Penelitian adalah kegiatan ilmiah
yang dilakukan menurut
kaidah dan metode yang sistematis untukmemperoleh informasi, data, dan
keterangan bagi kepentingan
Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan
kebudayaan.
34. Revitalisasi adalah kegiatan
pengembangan yang ditujukan
untuk menumbuhkan kernbali nilai-nilai penting Cagar
Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang
tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan
nilai budaya masyarakat.
35. Adaptasi adalah upaya pengembangan
Cagar Budaya
untuk kegiatan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan
masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang
tidak akan mengakibatkan kemerosotan
nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang
mempunyai nilai penting.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelestarian
Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Pancasila;
b. Bhineka
Tunggal Ika;
c. kenusantaraan
d. keadilan;
e. ketertiban
dan kepastian hukum;
f. kemanfaatan;
g.
keberlanjutan;
h. partisipasi;
dan
I. transparansi
dan akuntabilitas.
Pasal3
Pelestarian
Cagar Budaya bertujuan untuk:
a. melestarikan
warisan budaya daerah sebagai penguat budaya
nasional untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa
melalui Cagar Budaya;
b. melindungi
peninggalan Cagar Budaya baik yang berupa benda,
bangunan, struktur, situs, dan atau kawasan
yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan;
c. mengembangkan
dan memulihkan keaslian Cagar Budaya baik yang berupa benda,
bangunan, struktur,
situs, dan/ atau
kawasan melalui peneilitian, revitalisasi, dan adaptasi secara
berkelanjutan serta tidak
bertentangan dengan tujuan pelestarian;
d. memanfaatkan
peninggalan Cagar Budaya baik yang berupa benda,
bangunan, struktur, situs, dan/ atau kawasan
untuk memperkuat citra positif pembangunan daerah demi kepentingan sebesar-besar kesejahteraan rakyat dengan tetap
mempertahankan kelestariannya;
dan
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 4
(1) Pemerintah
Daerah mempunyai tugas pelestarian dengan
melakukan, pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
Cagar Budaya.
(2) Tugas
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri dari:
a. mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab
akan hak dan kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan Cagar Budaya;
b. mengembangkan
dan menerapkan kebijakan yang
dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya
Cagar Budaya;
c.
menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan Cagar Budaya;
d. menyediakan
informasi dan tranformasi pengetahuan
tentang Cagar Budaya untuk masyarakat;
e.
menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;
f. memfasilitasi
setiap orang da!am melaksanakan pemanfaatan dan promosi Cagar
Budaya;
g. menyelenggarakan
penanggulangan bencana dalam
keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs,
dan kawasan yang telah dinyatakan
sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap
daerah yang mengalami
bencana;
h. melakukan
pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian
warisan budaya; dan
I.
mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian
Cagar Budaya.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasa! 5
Da!am
penyelenggaraan pelestarian CagarPemerintah Daerah mempunyai wewenang
berikut:Budaya,sebagai
a. menetapkan
etika pelestarian Cagar Budaya;
b.
mengkoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor
dan wilayah;
c. menghimpun
data Cagar Budaya;
d. menetapkan
peringkat Cagar Budaya;
e. menetapkan
dan mencabut status Cagar Budaya;
f. membuat peraturan
Pengelolaan Cagar Budaya;
g.
menyelenggarakan kerja sarna Pelestarian Cagar Budaya;
h. melakukan
penyidikan kasus pelanggaran hukum;
I. mengelola
Kawasan Cagar Budaya;
J. mendirikan
dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang
Pelestarian, Penelitian, dan Museum;
k. mengembangkan
kebijakan sumber daya manusia dibidang kecagarbudayaan kepurbakalaan;
1. memberikan
penghargaan kepada setiap orang yangtelah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
m. memindahkan
dan/ atau menyimpan Cagar Budaya untuk
kepentingan Pengamanan;
n. melakukan
pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya
menjadi peringkat
nasional,
peringkat provinsi, dan peringkat kota;
o. menetapkan
batas situs dan kawasan; danp. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau
proses pembangunan
yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar
Budaya, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya.
BABIV
PEMILlKAN DAN PENGUASAAN,
PENEMUAN DAN PENCARlAN
Bagian Kesatu
Pemilikan Dan Penguasaan
Pasal 6
(1) Setiap orang
dapat memiliki dan/ atau
menguasai Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar
Budaya, dan/ atau
Situs Cagar Budaya
dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini.
(2) Setiap orang
dapat memiliki dan/ atau
menguasai Cagar
Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/ atau
Situs Cagar Budaya tersebut
telah memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah.
(3) Kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) dapat diperoleh melalui
pewarisan, hibah,
tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/ atau
putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang
dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
(4) Pemilik
benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, dan/ atau
Situs Cagar
Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak
menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan
wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya
meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
.
(5)Dalam hal apabila Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya
berada dalam penguasaan Lembaga Yang Berbadan Hukum milik pemerintah maupun
swasta, pemanfaatannya lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal7
Kawasan Cagar
Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Daerah, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat
hukum adat.
Pasal8
(1) Warga negara
asing dan/atau badan hukum asingtidak dapat memiliki dan/ atau menguasai
CagarBudaya, kecuali warga negara asing dan/atau badan hukum
asing yang tinggal atau menetap di Daerah.
(2) Warga negara
asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya,
ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal9
Cagar Budaya
yang tidak diketahui kepemilikannya dan berada di Daerah
dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
Pasal
10
(1) Cagar Budaya
yang dimiliki setiap orang, dapat dialihkan kepemilikannya kepada Daerah
atau setiap orang lain.
(2) Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didahulukan atas pengaIihan kepemilikan Cagar Budaya.
(3) PengaIihan
kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan,
ditukarkan, dihadiahkan, dijuaI,
diganti rugi,
dan/atau penetapan atau putusan
pengadilan.
(4) Cagar Budaya
yang telah dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan
kepemilikannya.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati,
Pasal
11
(1) Setiap orang
dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya
Peringkat Kabupaten baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
kecuali atas izin Bupati.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati,
Pasal
12
(1) Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat
disimpan dan/atau dirawat di Museum.
(2) Museum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,
memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang
telah ditetapkan
sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya,
dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
(3)
Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi Museum
sebagaimana dimaksud pada ayat(2) berada di bawah tanggung jawab pengelola Museum.
(4) Dalam
pelaksanaan tanggung jawab sebagaimanadimaksud pada ayat (3),
Museum wajib memiliki Kurator.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Museum diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal
13
(1) Setiap orang
yang memiliki dan atau
menguasai Cagar
Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya
Cagar Budaya yang dimiliki dan atau dikuasainya
rusak, hilang, atau musnah wajib melaporkannya
kepada dinas yang bertanggungjawab
di bidang Cagar Budaya, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan atau instansi
terkait.
(2) Setiap orang
yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang
dimiliki dan atau dikuasainya kepada dinas yang
bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya
Kepolisian Negara Republik Indonesia,dan atau instansi terkait paling lama 30
(tiga puluh) hari
sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan atau
dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih
pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.
Pasal
14
(1) Cagar Budaya
atau benda, bangunan, struktur.lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai
Cagar Budaya yang disita oleh aparat penegak hukum
dilarang dimusnahkan atau dilelang.
(2) Cagar Budaya
atau benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang
geografis yang diduga sebagai
Cagar Budaya yang disita sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilindungi oleh aparat penegak hukum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam
melakukan perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), aparat penegak hokum dapat meminta bantuan kepada SKPD yang membidangi
Cagar Budaya.
Pasal
15
(1) Setiap orang
yang memiliki dan atau
menguasai Cagar
Budaya berhak memperoleh kompensasi dan insentif apabila
telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya.
(2) Insentif
berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dapat
diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik
Cagar Budaya yang telah melakukan perlindungan
Cagar Budaya di Daerah.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi
dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Penemuan
Pasal16
(1) Setiap orang
yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar
Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur
yang diduga Struktur
Cagar Budaya, dan/ atau lokasi yang diduga Situs
Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada dinas
yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
dan/ atau instansi terkait paling lama 30(tiga puluh) hari sejak ditemukannya.
(2) Temuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemunya
dapat diambil alih oleh
Pemerintah Daerah.
(3) Berdasarkan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD
yang membidangi Cagar Budaya melakukan pengkajian terhadap
temuan.
Pasal
17
(1) Setiap orang
berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan,
struktur, atau lokasi yang
ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
(2) Apabila
temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat langka jenisnya,
unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai
oleh negara.
(3) Apabila
temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak langka jenisnya,
tidak unik rancangannya, dan jumlahnya telah memenuhi
kebutuhan Negara, dapat
dimiliki oleh penemu.
Pasal18
(1) Pemberian
kompensasi atas penemuan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 danPasal 17 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Pencarian
Pasal19
(1) Pencarian
Cagar Budaya atau yang diduga CagarBudaya dapat dilakukan oleh setiap orang
dengan penggalian,
dan atau pengangkatan di darat dan atau di air.
(2) Pencarian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap
memperhatikan hak kepemilikan dan atau penguasaan lokasi.
(3) Setiap orang
dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang
diduga Cagar Budaya denganpenggalian, dan atau pengangkatan di darat dan/atau
di air sebagaimana dimaksud pada ayat(1), kecuali dengan izin Pemerintah Daerah
sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pencarian CagarBudaya atau yang diduga Cagar Budaya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.
BABV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasa120
(1) Setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk:
a. menikmati
keberadaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya;
b. memperoleh
informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan atau
bangunan Cagar Budaya;
dan
c. berperan
serta dalam rangka pengelolaan kawasan dan atau bangunan Cagar
Budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang
berkewajiban menjaga kelestarian dan mencegah serta
menanggulangi kerusakan Cagar Budaya.
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Pemilik,Penghuni dan Pengelola
Pasal
21
(1) Pemilik,
penghuni dan/atau pengelola yang memiliki,
menguasai dan/atau memanfaatkan
Benda, Struktur,
Bangunan, Situs dan/atau Kawasan
Cagar Budaya wajib memelihara kelestariannya.
(2) Pemilik,
penghuni dan/atau pengelola bangunan,situs dan/atau kawasan Cagar Budaya yang melaksanakan
pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku, berhak mendapat kemudahan perizinan dan/ atau
insentif pembangunan
lainnya.
(3) Pemilik,
penghuni dan/atau pengelola yang melaksanakan
pelestarian Cagar Budaya berhak mendapatkan insentif dari
Pemerintah Daerah.
(4) Setiap orang
yang memiliki, menghuni dan/ atau mengelola
bangunan Cagar Budaya, situs dan/atau kawasan Cagar
Budaya wajib melindungi, memelihara,
melestarikan lingkungan dan bangunan Cagar Budaya tersebut.
(5) Pemilik,
penghuni dan/atau pengelola kawasan dan/atau
bangunan Cagar Budaya wajib melaksanakan pemeliharaan atau
pemugaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kemudahan perizinan
dan/atau insentif pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan pelestarian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB VI
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal22
(1) Pemerintah
Daerah membentuk Tim Ahli untuk mewujudkan pelestarian Cagar
Budaya di Daerah.
(2) Tim Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal23
Tugas dan
wewenang Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) adalah:
a. melakukan
pengkajian terhadap benda, bangunan. struktur, situs,
dan kawasan yang diusulkan untuk ditetapkan
sebagai Cagar Budaya;
b. memberikan
pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Bupati
dalam penetapan, pemeringkatan, pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan,
pemugaran dan penghapusan kepemilikan Cagar
Budaya;
c. melaksanakan
penelitian, pengkajian, pemantauan, dan evaluasi
program upaya peningkatan penyelenggaraan
pelestarian, perlindungan. pemeliharaan. pemanfaatan,
pemugaran dan penghapusan
pemilikan kawasan dan atau bangunan Cagar Budaya; dan
d. menyusun
standar penilaian sebagai parameter pemberian
klasifikasil penggolongan pada bangunan Cagar Budaya.
Pasal24
(1) Tim Ahli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22ayat (1) terdiri dari 7 (tujuh) orang
anggota, dengan susunan
sebagai berikut:
a. 1 (satu)
orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu)
orang sekretaris merangkap anggota;dan
c. 5 (lima)
orang anggota.
(2) Komposisi
keanggotaan Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas unsur:
a. 2 (dua) orang
dari unsur Pemerintah Daerah;
b. 2 (dua) orang
dari unsur akademisi;
c. 2 (dua) orang
dari perwakilan asosiasi profesi;dan
d. 1 (satu)
orang dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang
berkaitan dengan Pelestarian Cagar Budaya.
(3) Syarat
keanggotaan Tim Ahli adalah:
a. memiliki
integritas dan komitmen yang kuat terhadap tugas
dan wewenangnya;
b. menguasai dan
memahami lingkup Cagar Budaya;
c. memiliki
kompetensi keahlian dan atau sertifikasi di bidang pelestarian
Cagar Budaya;
d. memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam bidang
pelestarian Cagar Budaya; dan
e. memiliki
jejaring yang luas dengan berbagai pemangku
kepentingan.
(4) Kompetensi
keahlian danl atau sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c
ditentukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai persayaratan, pengangkatan
pemberhentian keanggotaan, dan tata kerja Tim Ahli
diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Masa Bakti
Pasal 25
(1) Masa bakti
Tim Ahli adalah selama 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kernbali setelah masa kerja berakhir setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Keanggotaan
Tim Ahli berhenti karena:
a. meninggal
dunia;
b. masa berlaku
jabatan sebagai anggota sudah habis;
c. mengundurkan
diri atas permintaan sendiri;
d. melakukan
pelanggaran dan/atau tindakan yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang undangan;dan
e. tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajibannya
sebagai anggota Tim Ahli.
BAB VII
PENDAFTARAN, PENGKAJIAN, PENETAPAN,
PENCATATAN, PEMERlNGKATAN, PEMBERIAN
TANDA CAGAR BUDAYA DAN PENGHAPUSAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal26
Pemerintah
Daerah bekerja sarna dengan setiap orang dalam melakukan
Pendaftaran.
Pasal27
(1) Setiap orang
yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya
wajib mendaftarkannya kepada Pemerintah Daerah tanpa dipungut
biaya.
(2) Setiap orang
dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran
terhadap benda, bangunan, struktur,dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun
tidak memiliki atau menguasainya.
(3) Pemerintah
Daerah melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh
Negara atau yang tidak
diketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya.
(4) Hasil
pendaftaran sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan ayat (3), harus dilengkapi
dengan deskripsi
dan dokumentasinya.
(5) Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil
alih oleh Pemerintah Daerah.
Pasal28
Pemerintah
Daerah memfasilitasi pembentukan system dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya
secara digital dan/
atau nondigital.
Bagian Kedua
Pengkajian
Pasal29
(1) Hasil
pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli untuk dikaji
kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar
Budaya.
(2) Pengkajian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap
benda, bangunan, struktur, lokasi, dans atuan ruang
geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
(3) Tim Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Keputusan Bupati
(4) Dalam
melakukan kajian, Tim Ahli dapat dibantuoleh SKPD yang membidangi Cagar Budaya
danSKPD lain yang terkait.
(5) Selama
proses pengkajian, benda, bangunan,struktur, atau lokasi hasil penemuan atau
yang didaftarkan,
dilindungi dan diperlakukan sebagaiCagar Budaya.
Pasal30
Pengkajian
terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh
Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli.
Bagian Ketiga
Penetapan
Pasal 31
(1) Penetapan
benda, bangunan, struktur,
situs, dan kawasan Cagar Budaya didasarkan pada pertimbangan dari Tim Ahli.
(2) Bupati
mengeluarkan penetapan status CagarBudaya paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah rekomendasi
diterima dari Tim Ahli yang menyatakan Benda, Bangunan,
Struktur, lokasi,dan atau satuan ruang geografis yang
didaftarkan layak
sebagai Cagar Budaya.
(3) Setelah
tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik
Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:
a. surat
keterangan status Cagar Budaya; dan
b. surat keterangan
kepemilikan berdasarkan buktiyang sah.
(4) Penemu
benda, bangunan, dan atau
struktur yang telah
ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan atau Struktur
CagarBudaya berhak mendapat kompensasi.
Pasal
32
(1) Bupati melalui pejabat yang ditunjuk memberitahukan
tentang penetapan kawasan dan atau
bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) kepada pemilik Cagar Budaya dimaksud.
(2) Penetapan
benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
KeputusanBupati.
Bagian Keempat
Pencatatan
Pasal33
(1) Pemerintah
Daerah membentuk sistem Register Nasional Cagar
Budaya untuk mencatat data Cagar Budaya.
(2) Benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis
yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya harus
dicatat di dalam Register NasionalCagar Budaya.
Pasal
34
Koleksi museum
yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya dicatat
di dalam Register Nasional Cagar Budaya.
Pasal35
Pemerintah
Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan
informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan
keamanan dan kerahasiaan
data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal36
Pengelolaan
Register Nasional Cagar Budaya di daerah menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah.
Bagian Kelima
Pemeringkatan
Pasal 37
Pemerintah
Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya
berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat
nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten
berdasarkan rekomendasi Tim Ahli.
Pasal 38
Cagar Budaya
dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat
nasional apabila memenuhi syarat sebagai:
a. wujud
kesatuan dan persatuan bangsa;
b. karya
adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa
Indonesia;
c. Cagar Budaya
yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya,
dan sedikit jumlahnya di Indonesia;
d. bukti evolusi
peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas
negara dan lintas daerah, baik yang telah punah
maupun yang masih hidup dimasyarakat; dan atau
e. contoh
penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/ atau
pemanfaatan
ruang bersifat
khas yang terancam punah.
Pasal
39
Cagar Budaya
dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat
provinsi apabila memenuhi syarat:
a. mewakili
kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya lintas
kabupaten/kota;
b. mewakili
karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi;
c. langka
jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di
provinsi;
d. sebagai bukti
evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah
kabupaten/kota, baik
yang telah punah maupun yang masih hidup dimasyarakat; dan/ atau
e. berasosiasi
dengan tradisi yang masih berlangsung.
Pasal40
Cagar Budaya
dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten
apabila memenuhi syarat:
a. sebagai Cagar
Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah
Daerah;
b. mewakili masa
gaya yang khas;
c. tingkat
keterancamannya tinggi;
d. jenisnya
sedikit; dan/atau
e. jumlahnya
terbatas.
Pasal 41
Pemeringkatan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ditetapkan dengan Keputusan Bupati
Pasal 42
Cagar Budaya
yang tidak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan
sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, atau
peringkat kota dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan
rekomendasi Tim Ahli disetiap tingkatan.
Pasal43
Peringkat Cagar
Budaya dapat dicabut apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. kehilangan
wujud dan bentuk aslinya;
c. kehilangan
sebagian besar unsurnya; atau
d. tidak lagi
sesuai dengan syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40,
Pasal 41, atau Pasal 42.
Bagian Keenam
Pemberian Tanda
Pasal 44
(1) Setiap orang
yang memiliki, menghuni atau mengelola Kawasan dan/ atau
Bangunan Cagar Budaya
wajib memasang tanda kawasan dan/ atau bangunan
Cagar Budaya yang mudah dilihat oleh umum.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian tanda Kawasan dan/atau
Bangunan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati
Bagian Ketujuh
Penghapusan
Pasal 45
(1) Cagar Budaya
yang sudah tercatat dalam Register Nasional hanya
dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli
Cagar Budaya ditingkat Pemerintah.
(2) Keputusan
penghapusan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus ditindaklanjuti oleh
PemerintahDaerah.
Pasal46
(1) Penghapusan
Cagar Budaya dari register nasional Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal45 dilakukan apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. hilang dan
dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan;
c. mengalami
perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan
keasliannya; atau
d. di kemudian
hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.
(2) Penghapusan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan tidak
menghilangkan
data dalam Register Nasional CagarBudaya dan dokumen yang menyertainya.
(3) Dalam hal
Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya
wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar
Budaya.
BAB VIII
PERLINDUNGAN, PENGEMBANGAN
DAN PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
(1) Pelestarian
Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil sludi
kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis, teknis,dan administratif.
(2) Kegiatan
Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan
oleh Tenaga Ahli dengan
memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata cara
Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian
kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian
Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian
sebelum dilakukan kegiatan
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keasliannya.
Pasal 48
Setiap orang
berhak memperoleh dukungan teknis dan/ atau kepakaran dari Pemerintah Daerah atas
upaya pelestarian
Cagar Budaya yang dimiliki dan atau yang dikuasai.
Pasal
49
Setiap orang
dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi,
atau menggagalkan upaya Pelestarian
Cagar Budaya.
Bagian Kedua
Perlindungan
Pasal 50
Setiap orang
dapat berperan serta melakukanPelindungan Cagar Budaya.
Paragraf 1
Penyelamatan
Pasal 51
Setiap orang
berhak melakukan Penyelamatan Cagar Budaya yang
dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat
atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan
penyelamatan.
Pasal 52
(1) Penyelamatan
Cagar Budaya dilakukan untuk:
a. mencegah
kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan
berubahnya keaslian
dan nilai-nilai yang menyertainya; dan
b. mencegah
pemindahan dan beralihnya pemilikan
dan/ atau penguasaan Cagar Budaya yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan
biasa.
Pasal
53
(1) Cagar Budaya
yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat
dipindahkan ke tempat lain yang aman.
(2) Pemindahan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin
keutuhan dan keselamatannya di bawah koodinasi Tenaga
Ahli.
(3) Pemerintah
Daerah, atau setiap
orang yang melakukan Penyelamatan wajib
merawat Cagar Budaya dari pencurian, pelapukan atau kerusakan baru.
Pasal
54
Penyelamatan
Cagar Budaya sebagaimana dalam
Pasal 53 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pengamanan
Pasal 55
(1 ) Pengamanan
dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya agar tidak
hilang, rusak.hancur, atau musnah.
(2) Pengamanan
Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik dan/
atau yang menguasainya.
Pasal 56
(1) Masyarakat
dapat berperan serta melakukanPengamanan Cagar Budaya.
(2) Pengamanan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
harus memperhatikan
pemanfaatannya
bagi kepentingan sosial, pendidikan,
pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/ atau
pariwisata.
(3) Pengamanan
Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi
pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang
terhindar dari gangguan
alam dan manusia.
Pasal57
Cagar Budaya,
baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya dapat
dibawa ke luar wilayah daerah untuk kepentingan
penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.
Pasal 58
Setiap orang
dilarang:
a. merusak,
menghilangkan dan/atau mengambil dengan
tanpa hak atas Cagar Budaya, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya, dari kesatuan,kelompok, dan/atau dari letak asal;
b. memindahkan
dan/ atau memisahkan Cagar Budaya peringkat kabupaten, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali
atas izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkatannya; dan/atau
c. membawa Cagar
Budaya ke luar wilayah daerah bukan untuk kepentingan
penelitian, promosi kebudayaan,
dan/atau pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, kecuali
dengan izin pejabat
yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 59
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 sampai dengan Pasal
58 diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf
3
Zonasi
Pasal 60
(1) Pelindungan
Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas
keluasannya dan
pemanfaatan
ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian.
(2) Sistem
zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan
keluasan Situs
Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di Daerah.
(3) Pemanfaatan
zona pada Cagar Budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif,
edukatif,
apresiatif,
dan/atau religi.
Pasal61
(1) Sistem
Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertical
maupun horizontal.
(2) Pengaturan
Zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap
lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan atau
di air.
(3) Sistem
Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat terdiri atas:
a. zona inti;
b. zona
penyangga;
c. zona
pengembangan; dan/atau
d. zona
penunjang.
(4) Penetapan
luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan
berdasarkan hasil kajian dengan
mengutamakan
peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penetapan sistem
Zonasi diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Pemeliharaan
Pasa! 62
(1) Setiap orang
wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/
atau dikuasainya.
(2) Cagar Budaya
yang ditelantarkan oleh pemilik dan/ atau
yang menguasainya dapat dikuasai oleh Pemerintah
Daerah.
Pasal 63
(1) Pemeliharaan
dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan
menanggulangi kerusakan
akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia.
(2) Pemeliharaan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain,
setelah lebih dahulu didokumentasikan secara lengkap.
(3) Perawatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan
atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk,
tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya.
(4) Perawatan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses
pengangkatan sampai ke tempat penyimpanannya dengan tata cara
khusus.
(5) Pemerintah
Daerah dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk
melakukan perawatan
Cagar Budaya.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemeliharaan Cagar Budaya
diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 5
Pemugaran
Pasal 64
(1) Pemugaran
Bangunan Cagar Budaya dan Struktu rCagar Budaya
yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik
dengan cara memperbaiki,
memperkuat, dan/atau
mengawetkannya
melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan
restorasi.
(2) Pemugaran
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperhatikan:
a. keaslian
bahan, bentuk, tata letak, gaya,dan/atau teknologi pengerjaan;
b. kondisi
semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c. c. penggunaan
teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d. kompetensi
pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran
harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang
dengan tetap mempertimbangkan
keamanan masyarakat dan keselamatan
Cagar Budaya.
(4) Pemugaran
yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus
didahului analisis mengenai dampak lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemugaran
Bangunan Cagar Budaya dan StrukturCagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemugaran Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Pengembangan
Paragraf 1
Umum
Pasal 65
(1) Pengembangan
Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan
prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan
nilai-nilai yang melekat padanya.
(2) Setiap orang
dapat melakukan pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh:
a. izin
Pemerintah Daerah; dan
b. persetujuan
dari pemilik dan/ atau yang menguasai Cagar Budaya.
(3) Pengembangan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diarahkan untuk
memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk
Pemeliharaan Cagar Budaya
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(4) Setiap
kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan
pendokumentasian.
Paragraf 2
Penelitian
Pasal 66
(1) Penelitian
dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk
menghimpun informasi
serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan
nilai-nilai budaya.
(2) Penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui:
a. penelitian
dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan
b. penelitian
terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis
yang bersifat aplikatif
.
(3) Penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai
dampak lingkungan atau berdiri sendiri.
(4) Proses dan
hasil Penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan
untuk
kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar
Budaya.
(5)Pemerintah
Daerah, atau penyelenggara
penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian
sebagaimana pada
ayat (1) kepada masyarakat.
Paragraf 3
Revitalisasi
Pasal 67
(1) Revitalisasi
potensi Situs Cagar Budaya atauKawasan Cagar Budaya memperhatikan tata
ruang,tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli
berdasarkan kajian.
(2) Revitalisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai
budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya.
Pasal68
(1) Setiap orang
dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya
dan/atau Kawasan Cagar Budaya,baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan
izin pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatannya.
(2) Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan.
Pasal69
Revitalisasi
Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.
Paragraf 4
Adaptasi
Pasal 70
(1) Bangunan
Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk
memenuhi kebutuhan
masa kini dengan tetap mempertahankan:
a. ciri asli
dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar
Budaya; dan/ atau
b. ciri asli
lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs
Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan
adaptasi.
(2) Adaptasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan:
a.
mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;
b. menambah
fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
c. mengubah
susunan ruang secara terbatas;dan/atau;
d.
mempertahankan gaya arsitektur, konstruksiasli, dan keharmonisan estetika lingkungan di
sekitarnya.
Pasal
71
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengembangan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pemanfaatan
Pasal 72
(1) Pemerintah
Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk
kepentingan agama,
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
(2) Pemerintah
Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar
Budaya yang dilakukan oleh setiap orang.
(3) Fasilitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa
izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli, dukungan dana,
dan/atau pelatihan.
(4) Promosi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta
meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.
Pasal
73
Pemanfaatan yang
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib
didahului dengan kajian, penelitian,dan/atau analisis mengenai dampak
lingkungan.
Pasal74
(1) Cagar Budaya
yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat
dimanfaatkan untuk
kepentingan tertentu.
(2) Pemanfaatan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan izin Bupati sesuai dengan
peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang
memiliki dan/atau menguasainya.
Pasal75
(1) Pemanfaatan
lokasi temuan yang telah ditetapkansebagai Situs Cagar Budaya wajib
memperhatikan fungsi
ruang dan perlindungannya.
(2) Pemerintah
Daerah dapat menghentikan pemanfaatan
atau membatalkan izin pemanfaatan
Cagar Budaya
apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti melakukan
perusakan atau menyebabkan
rusaknya Cagar Budaya.
(3) Cagar Budaya
yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan
seperti keadaan semula sebelum dimanfaatkan.
(4) Biaya
pengembalian seperti keadaan semuladibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya.
Pasal 76
Pemanfaatan
dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang
tercatat sebagai peringkat kabupaten hanya dapat dilakukan dengan
izin Bupati.
Pasal77
Pemanfaatan
dengan cara perbanyakan Benda CagarBudaya yang dimiliki danl atau
dikuasai setiap orang atau
dikuasai negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
78
Pemanfaatan
koleksi berupa Cagar Budaya di Museum dilakukan untuk
sebesar-besar pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayaan, sosial,dan j atau pariwisata.
Pasal
79
Setiap orang
dilarang:
a.
mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun
bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa
izin/ persetujuan pemilik dan/ atauyang menguasainya; dan/ atau
b. memanfaatkan
Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
dengan cara perbanyakan, kecuali dengan izin
sesuai dengan tingkatan kewenangannya.
Pasal 80
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pemanfaatan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Bupati.
BAB IX
PEMUGARAN DAN PEMULIHAN
Pasal 81
(1) Setiap orang
yang akan melakukan pemugaran dan / atau, pembongkaran terhadap
kawasan maupun
bangunan Cagar Budaya harus mendapat izin dari Bupati.
(2) Apabila
pemilik, penghuni dan/ atau pengelola kawasan
dan/ atau bangunan Cagar Budaya dengan sengaja
menelantarkan bangunannya sehingga mengakibatkan
kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan
berkewajiban untuk memulihkan
keadaan bangunannya seperti semula.
(3) Pemilik,
penghuni dan/ atau pengelola kawasan dan /atau
bangunan Cagar Budaya yang melakukan perubahan
kawasan dan / atau bangunan CagarBudaya yang tidak sesuai dengan ketentuan
dalamPeraturan Daerah ini diwajibkan
memulihkan kawasan
dan / atau bangunan ke keadaan semula dengan biaya
sendiri.
(4) Apabila
pemulihan tidak dilaksanakan maka tidak akan diterbitkan
Izin Mendirikan Bangunan dan akan dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuanyang berlaku.
(5) Bangunan
Cagar Budaya yang telah mengalami pemulihan tetap
mempunyai golongan sarna seperti sebelumnya.
BABX
PENGAWASAN
Pasal 82
(1) Bupati
melalui SKPD yang membidangi CagarBudaya atau Pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Untuk
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
SKPD yang membidangi Cagar Budaya atau Pejabat yang ditunjuk
berwenang mengadakan
pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan
menyangkut kawasan dan
/atau bangunan Cagar Budaya.
(3) Bupati dapat
meminta pertimbangan Tim Ahli guna menunjang tugas dan
efektifitas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2),.
(4) Masyarakat
ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian
Cagar Budaya.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
PENDANAAN
Pasal 83
(1) Pendanaan
Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.
(2) Pendanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. hasil
pemanfaatan Cagar Budaya; dan / atau
d. sumber lain
yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemerintah
dan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk
Pelindungan, Pengembangan,Pemanfaatan, dan Kompensasi Cagar Budaya dengan
memperhatikan prinsip proporsional.
(4) Pemerintah
dan Pemerintah Daerah menyediakan dana cadangan
untuk penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan
penemuan yang telah ditetapkan
sebagai Cagar Budaya.
(5) Pengelolaan
dana sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengelolaan
keuangan daerah.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Paragraf 1
Teguran
Pasal 84
(I) Bupati
berwenang untuk memberikan teguran,apabila terdapat kegiatan penyelenggaraan
pengelolaan
serta pemugaran dan pemulihan kawasan dan/atau bangunan Cagar
Budaya yang
mengganggu
ketertiban umum dan/ atau lingkungan sekitar.
(2) Surat
teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus memuat:
a. ketentuan
hukum yang dilanggar;
b. uraian fakta
yang menggambarkan suatu tindakan
pelanggaran;
c. hal-hal yang
perlu dilakukan oleh pihak pelanggar;
d. tindakan
Pemerintah Daerah yang akan dilakukan jika pelanggar tidak
mematuhi teguran;
dan
e. hal lain yang
dianggap perlu dan relevan yang ditujukan untuk menghentikan
tindakan pelanggaran.
(3) Pelaksanaan
kegiatan sebagaimana pada ayat (1)dapat dilimpahkan kepada pejabat yang
ditunjuk.
Pasal 85
Bupati berwenang
melakukan tindakan tertentu untuk menghentikan
pelanggaran tanpa didahului dengan teguran apabila:
a. keadaan yang
sangat segera mengancam keselamatan
umum dan/atau Iingkungan (force
majeur); dan/atau
b. pihak
pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan
menanggulangi bahaya, gangguan,dan kerugian yang akan ditimbulkan.
Paragraf 2
Penghentian
Kegiatan Pemanfaatan
Pasal 86
(1) Bupati
berwenang untuk menghentikan kegiatanpemanfaatan kawasan dan/atau bangunan
CagarBudaya apabila:
a. pemanfaatan
bangunan Cagar Budaya menyebabkan
kerusakan fasade bangunan;dan/atau
b. menyalahi
izin.
(2) Penghentian
kegiatan pemanfaatan kawasandan/atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat ( l ) ditetapkan
denganKeputusan Penghentian.
(3) Keputusan
Penghentian kegiatan pemanfaatan dikeluarkan oleh
Bupati.
(4) Bupati dapat
melimpahkankewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pejabat
yang ditunjuk.
(5) Terhadap
bangunan yang dihentikan kegiatan pemanfaatannya
dilakukan penyegelan.
Paragraf 3
Penghentian Kegiatan Pemugaran
dan/ atau Pembongkaran
Pasal 87
(1) Bupati berwenang
untuk menghentikan kegiatan pemugaran dan/ atau
pembongkaran kawasan dan/
atau Bangunan Cagar Budaya apabila:
a. pemugaran
dan/atau pembongkaran bangunanCagar Budaya menyebabkan kerusakan fasade bangunan; dan/atau
b. belum
memiliki izin membongkar dan/ ataumemugar.
(2) Penghentian
kegiatan pembongkaran dan/ atau pemugaran
kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Penghentian.
(3) Keputusan
Penghentian kegiatan pemugaran dan/atau pembongkaran bangunan
dikeluarkan oleh
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(4) Terhadap
bangunan yang
dihentikan kegiatan pemugaran
dan/atau pembongkarannya
dilakukan penyegelan.
Paragraf 4
Pencabutan Izin
Pasal 88
(1) Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk wajib mencabut izin yang terkait dengan
izin pemanfaatan, pemugaran dan pembongkaran apabila pemegang
izin tidak memenuhi persyaratanyang telah ditentukan da!am izin dan/atau peraturan
perundang-undangan.
(2) Keputusan
pencabutan izin sebagaimana dimaksudpada ayat (1) memuat denganjelas dan tegas:
a. alasan-alasan
hukum sehingga dilakukan pencabutan;
b. uraian
fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran; dan
c. akibat hukum
dari pencabutan izin.
Pasal 89
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penjatuhan sanksi
administrasi diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XIII
PENYIDlKAN
Pasal 90
(1) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkunganPemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Pelestarian Cagar Budaya diberi
wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran
Peraturan Daerah ini
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana.
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (I)berwenang:
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana CagarBudaya;
b. melakukan
tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
c. menyuruh
berhenti seorang tersangka danmemeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan
penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan
pemeriksaan dan penyitaan terhadap
barang bukti tindak pidana CagarBudaya;
f. mengambil
sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil dan
memeriksa tersangka dan/atausaksi;
h. mendatangkan
seorang ah!i yang diper!ukan da!am hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
I. membuat dan
menandatangi berita acara; dan
J. mengadakan
penghentian penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di
bidang Cagar Budaya.
(3) Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam
pe!aksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik KepolisianNegara
Republik Indonesia.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasa! 91
(1) Setiap orang
yang me!anggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal
8 ayat (2),
Pasal
11 ayat (1), Pasal
19 ayat (5), Pasal
49, Pasal57
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 58, Pasal
68 ayat (1),dan/atau Pasal 79 diancam
dengan pidana sebagaimana
diatur da!am Undang-Undang Nomor11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
(2) Setiap orang
yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud da!am Pasal
12 ayat (4),Pasal
16 ayat (1), Pasal
20 ayat (1), Pasal
21 ayat (1)ayat (4) dan ayat (5), Pasal 27 ayat (1),
Pasal
53 ayat(3), Pasal
55 ayat (2), Pasal
62, Pasal
64 ayat (5),Pasal 73, Pasal 75 ayat (1),
dan Pasal
79 ayat (3) diancam
dengan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 92
Dengan
diber!akukannya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan
yang menyangkut tentang Cagar Budaya tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau be!um
ditetapkan yang baru sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 93
Peraturan
pe!aksanaan dari Peraturan daerah ini harus ditetapkan
paling !ambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 94
Peraturan Daerah
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam LembaranDaerah
Kabupaten Blora
Diundangkan di Blora
pada tanggal ;…………………………………….
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLORA
NAMA………
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
BLORA TAHUN …….NOMOR …….
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA
NOMOR ….TAHUN ……..
TENTANG
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
I.
UMUM
Pasal
32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan bahwa "negara memajukan kebudayaa nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya"
sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga
negara.
Sesuai
dengan prinsip otonomi daerah, maka daerah memiliki peran penting
untuk ikut serta mengelola cagar budaya sebagai satu kesatuan memperkuat
identitas budaya nasional. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang memiliki
banyak peninggalan sejarah yang termasuk dalam katagori cagar
budaya. Dalam rangka melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan peninggalan cagar budaya di
Kabupaten Blora diperlukanadanya kebijakan yang sesuai dengan batas
kewenangannya guna pelestarian
Cagar Budaya di daerah.
Pelestarian
Cagar Budaya di daerah merupakan upaya untukmempertahankan warisan budaya
bangsa guna memperkuat identitas budaya nasional.
Hal ini merupakan realisasi amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. Kebijakan Pelestarian tidak hanya dipahami dalam
arti sempit yaitu sebagai upaya pelindungan, tetapi juga bentuk upaya
pengembangan dan pemanfaatan. Pengaturan mengenai pe1estarian
Cagar Budaya penting untuk dilakukan untuk menjaga warisan budaya masa lalu, untuk dapat dinikmati
masa kini dan di masa yang akan datang.
Upaya
pelestarian menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dengan dukungan setiap orang dan masyarakat, serta dunia
usaha sesuai dengan peran masing-masing.
Peraturan
Daerah ini merupakan dasar kebijakan pengaturan di bidang
Pelestarian Cagar Budaya di Kabupaten Bora.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasa! 2
Hurufa
Yang dimaksud
dengan asas Paneasila adalah Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan
nilai-nilai Paneasila.
Hurufb
Yang dimaksud
dengan asas Bhinneka Tunggal Ika adalah Pelestarian
Cagar Budaya senantiasa memperhatikan keberagaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya dalam
rangka memperkuat kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.
Hurufc
Yang dimaksud
dengan asas kenusantaraan adalah bahwa setiap upaya
Pelestarian Cagar Budaya harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Negara
Indonesia.
Hurufd
Yang dimaksud
dengan asas keadilan adalah Pelestarian Budaya
mencerminkan rasa keadilan dan kesetaraan proporsional
bagi setiap warga kabupaten Blora.
Hurufe
Yang dimaksud
dengan asas keterlibatan dan kepastian hokum adalah bahwa setiap pengelolaan
Pelestarian Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
Huruf f
Yang dimaksud
dengan asas kemanfaatan adalah Pelestarian CagarBudaya dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan kesejahteraan rakyat
dalam aspek agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,teknologi, kebudayaan,
dan pariwisata.
Hurufg
Yang dimaksud
dengan asas keberlanjutan adalah upayaPelestarian Cagar Budaya yang dilakukan
secara terus-menerus dengan
memperhatikan keseimbangan aspek ekologis.
Hurufh
Yang dimaksud
dengan asas partisipasi adalah setiap anggota masyarakat
didorong untuk berperan aktif dalam Pelestarian CagarBudaya.
Hurufi
Yang dimaksud
dengan asas transparansi dan akuntabilitas adalahPelestarian Cagar Budaya
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan
terbuka dengan memberikan informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.
Pasal3
Cukup Jelas.
Pasal4
Cukup Jelas.
Pasa15
Cukup Jelas.
Pasal6
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "fungsi sosialnya" adalah pada prinsipnya Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur CagarBudaya, dan/ atau Situs Cagar Budaya yang dimiliki oleh
seseorang pemanfaatannya
tidak hanya berfungsi untuk kepentingan pribadi,tetapi juga untuk kepentingan
umum, misalnya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, teknologi, pendidikan, pariwisata, agama,sejarah, dan kebudayaan.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "telah memenuhi kebutuhan pemerintah daerah"
adalah apabila pemerintah daerah sudah memiliki Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang jumlah dan jenisnya telah
tersimpan di museum Pemerintah Daerah serta di situs tempat ditemukannya.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Dalam beberapa kasus,
Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya berada dalam penguasaan Perhutani, PT KAI, dan yang lain.
Pasal 7
Yang dimaksud
dengan "masyarakat hukum adat" adalah masyarakat yang
memiliki perasaan kelompok (in-group feeling), pranata pemerintahan
adat, harta kekayaan/benda adat, dan
perangkat norma
hukum adat.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "koleksi" adalah benda-benda bukti materil hasil
budaya. termasuk naskah kuno, serta material alam darn lingkungannya
yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama. kebudayaan, teknologi. dan/atau pariwisata.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "instansi yang berwenang di bidangkebudayaan" adalah satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) untuk tingkat daerah.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal14
Ayat (1)
Yang termasuk
"aparat penegak hukum", antara lain, adalah polisi,jaksa, dan hakim.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal20
Cukup Jelas.
Pasal21
Cukup Jelas.
Pasal22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal24
Cukup Jelas
Pasal25
Cukup Jelas.
Pasal26
Cukup Jelas.
Pasal27
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud
diambil alih oleh Pemerintah Daerah adalah pengelolaan atas
Benda, Bangunan, Struktur, Kawasan dan Situs Cagar Budaya
diambil alih oleh Pemerintah Daerah. Pengambilalihan ini tidak mengubah status
kepemilikannya.
Pasal28
Cukup Jelas.
Pasal29
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan "dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya"
adalah benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang dianggap
telah memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya.
Pasal30
Cukup Jelas.
Pasa! 31
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Hurufa
Cukup Jelas.
Hurufb
Contoh
"bukti yang sah", antara lain, adalah sertilikat hak milik atas
tanah, kuitansi pembelian, dan surat wasiat yang disahkan oleh
notaris.
Pasal 32
Cukup Jelas.
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal34
Cukup Jelas
Pasal35
Penyebarluasan
informasi tentang Cagar Budaya dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain melalui penyuluhan, media cetak, media elektronik,
dan pementasan seni.
Pasal36
Cukup Jelas.
Pasal37
Cukup Jelas.
Pasal38
Hurufa
Cukup Jelas.
Hurufb
Yang dimaksud
dengan "Adiluhung" adalah Cagar Budaya yang mengandung nilai-nilai yang paling
tinggi.
Hurufc
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Hurufe
Cukup Jelas.
Pasal39
Cukup Jelas.
Pasal40
Cukup Jelas.
Pasal41
Cukup Jelas.
Pasal42
Cukup Jelas.
Pasal43
Hurufa
Yang dimaksud
dengan "musnah" adalah tidak dapat ditemukan lagi.
Hurufb
Cukup Jelas.
Hurufc
Cukup Jelas.
Hurufd
Cukup Jelas.
Pasal44
Cukup Jelas
Pasal45
Cukup Jelas.
Pasal46
Cukup Jelas.
Pasal47
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "kegiatan pendokumentasian"
adalah pendataan,
antara lain uraian teks, grafis, audio, video, foto, film,dan gambar.
Pasa148
Cukup Jelas.
Pasal49
Cukup Jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Yang dimaksud
dengan "keadaan darurat" adalah kondisi yang mengancam kelestarian
Cagar Budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa
bumi, dan perang.
Pasal 52
Cukup Jelas.
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas.
Pasal56
Cukup Jelas.
Pasal 57
Cukup Jelas.
Pasal58
Cukup Jelas.
Pasal 59
Cukup Jelas.
Pasal60
Cukup Jelas.
Pasal61
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Hurufa
Yang dimaksud
dengan "zona inti" adalah area pelindungan utama
untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya.
Hurufb
Yang dimaksud
dengan "zona penyangga" adalah area yang melindungi
zona inti.
Hurufe
Yang dimaksud
dengan "zona pengembangan" adalah area yang diperuntukan
bagi pengembangan potensi eagar budaya bagi
kepentingan
rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam lanskap budaya,
kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan.
Hurufd
Yang dimaksud
dengan "zona penunjang" adalah area yang
diperuntukan
bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk
kegiatan
komersial dan rekreasi umum.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal62
Cukup Jelas.
Pasal63
Ayat (1)
Yang termasuk
dalam konteks kerusakan adalah deteriorasi(deterioration), yaitu
fenomena penurunan karakteristik dan kualitas Benda Cagar
Budaya, baik akibat faktor fisik (misalnya air, api, dan cahaya), mekanis
(misalnya retak, dan patah), kimiawi (misalnya asam keras, dan basa keras),
maupun biologis (misalnya jamu ,bakteri, dan serangga).
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal64
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "rekonstruksi" adalah upaya mengembalikan
Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebatas
kondisi yang diketahui dengan tetap mengutamakan
prinsip keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak,
termasuk dalam menggunakan bahan baru sebagai pengganti bahan
asli.
Yang dimaksud
dengan "konsolidasi" adalah perbaikan terhadap Bangunan
Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi dan
menghambat proses kerusakan lebih lanjut.
Yang dimaksud
dengan "rehabilitasi" adalah upaya perbaikan dan pemulihan Bangunan
Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang kegiatannya dititik beratkan
pada penanganan yang sifatnya parsial.
Yang dimaksud
dengan "restorasi" adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan mengembalikan keaslian bentuk,
Bangunan Cagar Budaya,
dan Struktur Cagar Budaya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Ayat (2)
Hurufa
Cukup Jelas.
Hurufb
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Hurufd
Kompetensi
pelaksana ditentukan berdasarkan sertifikasi sebagai tenaga
ahli.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal65
Cukup Jelas.
Pasal66
Cukup Jelas.
Pasal67
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "fungsi sosial" adalah tidak hanya berfungsi untuk
kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan umum,misalnya untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi,pendidikan, pariwisata, agama, sejarah,
dan kebudayaan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal68
Cukup Jelas.
Pasal69
Cukup Jelas.
Pasal 70
Cukup Jelas.
Pasal71
Cukup Jelas.
Pasal 72
Cukup Jelas.
Pasal 73
Cukup Jelas.
Pasal74
Ayat (1)
Contoh dari
kepentingan tertentu adalah untuk kenegaraan,
keagamaan, dan tradisi. Cukup
Jelas
Pasal75
Cukup Jelas.
Pasal76
Cukup Jelas.
Pasal77
Cukup Jelas.
Pasal78
Cukup Jelas.
Pasal 79
Cukup Jelas.
Pasal80
Cukup Jelas.
Pasa! 81
Cukup Jelas.
Pasal82
Cukup Jelas.
Pasal 83
Cukup Jelas.
Pasa184
Cukup Jelas.
Pasa! 85
Cukup Jelas.
Pasal86
Cukup Jelas.
Pasal87
Cukup Jelas.
Pasal88
Cukup Jelas.
Pasal89
Cukup Jelas.
Pasal90
Cukup Jelas.
Pasal 91
Cukup Jelas.
Pasal92
Cukup Jelas.
Pasal 93
Cukup Jelas.
Pasal94
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR…………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar