Minggu, 05 Juni 2016

RANPERDA CAGAR BUDAYA BLORA


.                                                       BUPATI BLORA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA

NOMOR ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TENTANG
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA

Menimbang



a. bahwa cagar budaya di Kabupaten Blora merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan   bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat;

b. bahwa perkembangan pembangunan Kabupaten Blora saat ini mengalami peningkatan dan
perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelestarian cagar budaya;

e. bahwa cagar budaya di Kabupaten Blora yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan
kawasan, perlu dilestarikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Cagar Budaya;

Mengingat.

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kaliterakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah  ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA

Dan

BUPATI BLORA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR
BUDAYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Blora.
2.Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkatdaerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahandaerah.
3. Bupati adalah Bupati Blora.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah.
6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian dari Bupati.
7. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/ atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
8. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat    dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia, baik bersifat bergerak maupun tidak bergerak, yang merupakan kesatuan atau kelompok, berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
9. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap, berunsur tunggal atau banyak, dan/ atau berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam, berusia50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun,  memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
10. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia, berunsur tunggal atau banyak dan/atau sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam, berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh)tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
11. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/ atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia dan menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
12. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas, berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, memiliki pola yang memperlihatkan  fungsi ruang  pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas, memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya dan memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil. serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
13. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
14. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
15. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah Daerah.
16. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah Daerah.
17. Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebutTim Ahli adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
18. Tenaga Ahli Pelestarian yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan atau memiliki sertifikat dibidang perlindungan, pengembangan, atau pemanfaatan Cagar Budaya.
19. Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan  pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
20. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan koleksi museum.
21. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/ atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah.
22. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
23. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.
24. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan  Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
25. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
26. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
27. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.
28. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan atau gangguan.
29. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
30. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.
31. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisikBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk,  tata letak, dan/ atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
32. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
33. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untukmemperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.
34. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kernbali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
35. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang  lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan  mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Pancasila;
b. Bhineka Tunggal Ika;
c. kenusantaraan
d. keadilan;
e. ketertiban dan kepastian hukum;
f. kemanfaatan;
g. keberlanjutan;
h. partisipasi; dan
I. transparansi dan akuntabilitas.

Pasal3
Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk:
a. melestarikan warisan budaya  daerah sebagai penguat budaya nasional untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;
b. melindungi peninggalan Cagar Budaya baik yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan atau kawasan yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;
c. mengembangkan dan memulihkan keaslian Cagar Budaya baik yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan/ atau kawasan melalui peneilitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian;
d. memanfaatkan peninggalan Cagar Budaya baik yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan/ atau kawasan untuk memperkuat citra positif pembangunan daerah demi kepentingan sebesar-besar  kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya; dan

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu
Tugas

Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas pelestarian dengan melakukan, pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya.

(2) Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri dari:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya;
b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;
c. menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan Cagar Budaya;
d. menyediakan informasi dan tranformasi pengetahuan tentang Cagar Budaya untuk masyarakat;
e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;
f. memfasilitasi setiap orang da!am melaksanakan pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya;
g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana;
h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; dan
I. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.

Bagian Kedua
Wewenang

Pasa! 5
Da!am penyelenggaraan pelestarian CagarPemerintah Daerah mempunyai wewenang
berikut:Budaya,sebagai
a. menetapkan etika pelestarian Cagar Budaya;
b. mengkoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan wilayah;
c. menghimpun data Cagar Budaya;
d. menetapkan peringkat Cagar Budaya;
e. menetapkan dan mencabut status Cagar Budaya;
f. membuat peraturan Pengelolaan Cagar Budaya;
g. menyelenggarakan kerja sarna Pelestarian Cagar Budaya;
h. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum;
I. mengelola Kawasan Cagar Budaya;
J. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang Pelestarian, Penelitian, dan Museum;
k. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia dibidang kecagarbudayaan kepurbakalaan;
1. memberikan penghargaan kepada setiap orang yangtelah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;
m. memindahkan dan/ atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan Pengamanan;
n. melakukan pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat
nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kota;
o. menetapkan batas situs dan kawasan; danp. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.

BABIV
PEMILlKAN DAN PENGUASAAN,
PENEMUAN DAN PENCARlAN

Bagian Kesatu
Pemilikan Dan Penguasaan

Pasal 6
(1) Setiap orang dapat memiliki dan/ atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, dan/ atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.

(2) Setiap orang dapat memiliki dan/ atau  menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/ atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah.

(3) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/ atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

(4) Pemilik benda Cagar Budaya, Bangunan  Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/ atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
.
(5)Dalam hal apabila Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya berada dalam penguasaan Lembaga Yang Berbadan Hukum milik pemerintah maupun swasta, pemanfaatannya lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal7
Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah, kecuali yang secara  turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat.

Pasal8
(1) Warga negara asing dan/atau badan hukum asingtidak dapat memiliki dan/ atau menguasai CagarBudaya, kecuali warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal atau menetap di Daerah.

(2) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal9
Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dan berada di Daerah dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 10
(1) Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang, dapat  dialihkan kepemilikannya kepada Daerah atau setiap orang lain.

(2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan atas pengaIihan kepemilikan Cagar Budaya.

(3) PengaIihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijuaI,  diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan.

(4) Cagar Budaya yang telah dimiliki oleh Pemerintah   Daerah tidak dapat dialihkan kepemilikannya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati,

Pasal 11
(1) Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya Peringkat Kabupaten baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali atas izin Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati,

Pasal 12
(1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau  Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di Museum.

(2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa  benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

(3) Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat(2) berada di bawah tanggung jawab pengelola Museum.

(4) Dalam pelaksanaan tanggung  jawab sebagaimanadimaksud pada ayat (3), Museum wajib memiliki Kurator.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Museum diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 13
(1) Setiap orang yang memiliki dan atau menguasai Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah wajib melaporkannya kepada dinas yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan atau instansi terkait.

(2) Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimiliki dan atau dikuasainya kepada dinas yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya Kepolisian Negara Republik Indonesia,dan atau instansi terkait paling lama 30 (tiga  puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 14
(1) Cagar Budaya atau benda, bangunan, struktur.lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya yang disita oleh aparat penegak hukum dilarang dimusnahkan atau dilelang.

(2) Cagar Budaya atau benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilindungi oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam melakukan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), aparat penegak hokum dapat meminta bantuan kepada SKPD yang membidangi Cagar Budaya.

Pasal 15
(1) Setiap orang yang memiliki dan atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh kompensasi dan insentif apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya.

(2) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan perlindungan Cagar Budaya di Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Penemuan
Pasal16
(1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya, dan/ atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada dinas yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/ atau instansi terkait paling lama 30(tiga puluh) hari sejak ditemukannya.

(2) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD yang membidangi Cagar Budaya melakukan pengkajian terhadap temuan.

Pasal 17
(1) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(2) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh negara.

(3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan jumlahnya telah memenuhi kebutuhan Negara, dapat dimiliki oleh penemu.

Pasal18
(1) Pemberian kompensasi atas penemuan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 danPasal 17 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pencarian
Pasal19
(1) Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga CagarBudaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, dan atau pengangkatan di darat dan atau di air.

(2) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan atau penguasaan lokasi.

(3) Setiap orang dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya denganpenggalian, dan atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat(1), kecuali dengan izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian CagarBudaya atau yang diduga Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.


BABV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasa120
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk:
a. menikmati keberadaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya;
b. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan atau bangunan Cagar Budaya; dan
c. berperan serta dalam rangka pengelolaan kawasan dan atau bangunan Cagar Budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian dan mencegah serta menanggulangi kerusakan Cagar Budaya.


Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pemilik,Penghuni dan Pengelola

Pasal 21

(1) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan
Benda, Struktur, Bangunan, Situs dan/atau Kawasan Cagar Budaya wajib memelihara kelestariannya.

(2) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola bangunan,situs dan/atau kawasan Cagar Budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, berhak mendapat kemudahan perizinan dan/ atau insentif pembangunan lainnya.

(3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang melaksanakan pelestarian Cagar Budaya berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Daerah.

(4) Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/ atau mengelola bangunan Cagar Budaya, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya wajib melindungi, memelihara, melestarikan lingkungan dan bangunan Cagar Budaya tersebut.

(5) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya wajib melaksanakan pemeliharaan atau pemugaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VI
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Bagian Kesatu
Pembentukan

Pasal22
(1) Pemerintah Daerah membentuk Tim Ahli untuk mewujudkan pelestarian Cagar Budaya di Daerah.

(2) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang

Pasal23
Tugas dan wewenang Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) adalah:
a. melakukan pengkajian terhadap benda, bangunan. struktur, situs, dan kawasan yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya;
b. memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Bupati dalam penetapan, pemeringkatan, pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemugaran dan penghapusan kepemilikan Cagar Budaya;
c. melaksanakan penelitian, pengkajian, pemantauan, dan evaluasi program upaya peningkatan penyelenggaraan pelestarian, perlindungan. pemeliharaan. pemanfaatan, pemugaran dan penghapusan pemilikan kawasan dan atau bangunan Cagar Budaya; dan
d. menyusun standar penilaian sebagai parameter pemberian klasifikasil penggolongan pada bangunan Cagar Budaya.

Pasal24
(1) Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22ayat (1) terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota, dengan susunan sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota;dan
c. 5 (lima) orang anggota.

(2) Komposisi keanggotaan Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. 2 (dua) orang dari unsur Pemerintah Daerah;
b. 2 (dua) orang dari unsur akademisi;
c. 2 (dua) orang dari perwakilan asosiasi profesi;dan
d. 1 (satu) orang dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Syarat keanggotaan Tim Ahli adalah:
a. memiliki integritas dan komitmen yang kuat terhadap tugas dan wewenangnya;
b. menguasai dan memahami lingkup Cagar Budaya;
c. memiliki kompetensi keahlian dan atau sertifikasi di bidang pelestarian Cagar Budaya;
d. memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pelestarian Cagar Budaya; dan
e. memiliki jejaring yang luas dengan berbagai pemangku kepentingan.

(4) Kompetensi keahlian danl atau sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persayaratan, pengangkatan pemberhentian keanggotaan, dan tata kerja Tim Ahli diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Masa Bakti

Pasal 25
(1) Masa bakti Tim Ahli adalah selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kernbali setelah masa kerja berakhir setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(2) Keanggotaan Tim Ahli berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. masa berlaku jabatan sebagai anggota sudah habis;
c. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
d. melakukan pelanggaran dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan;dan
e. tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai anggota Tim Ahli.

BAB VII
PENDAFTARAN, PENGKAJIAN, PENETAPAN,
PENCATATAN, PEMERlNGKATAN, PEMBERIAN
TANDA CAGAR BUDAYA DAN PENGHAPUSAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran

Pasal26
Pemerintah Daerah bekerja sarna dengan setiap orang dalam melakukan Pendaftaran.

Pasal27
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajib mendaftarkannya kepada Pemerintah Daerah tanpa dipungut biaya.

(2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur,dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.

(3) Pemerintah Daerah melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya.

(4) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan ayat (3), harus dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya.

(5) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

Pasal28
Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan system dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/ atau nondigital.

Bagian Kedua
Pengkajian

Pasal29
(1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dans atuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(3) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Keputusan Bupati

(4) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli dapat dibantuoleh SKPD yang membidangi Cagar Budaya danSKPD lain yang terkait.

(5) Selama proses pengkajian, benda, bangunan,struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagaiCagar Budaya.

Pasal30
Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli.

Bagian Ketiga
Penetapan

Pasal 31
(1) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan Cagar Budaya didasarkan pada pertimbangan dari Tim Ahli.

(2) Bupati mengeluarkan penetapan status CagarBudaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli yang menyatakan Benda, Bangunan, Struktur, lokasi,dan  atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.

(3) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:
a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan
b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan buktiyang sah.

(4) Penemu benda, bangunan, dan atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan  atau Struktur CagarBudaya berhak mendapat kompensasi.

Pasal 32
(1) Bupati  melalui pejabat yang ditunjuk memberitahukan tentang penetapan kawasan dan atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemilik Cagar Budaya dimaksud.

(2) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan KeputusanBupati.

Bagian Keempat
Pencatatan

Pasal33
(1) Pemerintah Daerah membentuk sistem Register Nasional Cagar Budaya untuk mencatat data Cagar Budaya.

(2) Benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya harus dicatat di dalam Register NasionalCagar Budaya.

Pasal 34
Koleksi museum yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya dicatat di dalam Register Nasional Cagar Budaya.

Pasal35
Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal36
Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Bagian Kelima
Pemeringkatan

Pasal 37
Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten berdasarkan rekomendasi Tim Ahli.

Pasal 38
Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila memenuhi syarat sebagai:
a. wujud kesatuan dan persatuan bangsa;
b. karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia;
c. Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia;
d. bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup dimasyarakat; dan atau
e. contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/ atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah.

Pasal 39
Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat provinsi apabila memenuhi syarat:
a. mewakili kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya lintas kabupaten/kota;
b. mewakili karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi;
c. langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di provinsi;
d. sebagai bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah kabupaten/kota, baik yang telah punah maupun yang masih hidup dimasyarakat; dan/  atau
e. berasosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung.

Pasal40
Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten apabila memenuhi syarat:
a. sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah Daerah;
b. mewakili masa gaya yang khas;
c. tingkat keterancamannya tinggi;
d. jenisnya sedikit; dan/atau
e. jumlahnya terbatas.

Pasal 41
Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditetapkan dengan Keputusan Bupati

Pasal 42
Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kota dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli disetiap tingkatan.

Pasal43
Peringkat Cagar Budaya dapat dicabut apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. kehilangan wujud dan bentuk aslinya;
c. kehilangan sebagian besar unsurnya; atau
d. tidak lagi sesuai dengan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, atau Pasal 42.



Bagian Keenam
Pemberian Tanda

Pasal 44
(1) Setiap orang yang memiliki, menghuni atau mengelola Kawasan dan/ atau Bangunan Cagar Budaya wajib memasang tanda kawasan dan/ atau bangunan Cagar Budaya yang mudah dilihat oleh umum.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati

Bagian Ketujuh
Penghapusan

Pasal 45
(1) Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya ditingkat Pemerintah.

(2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus ditindaklanjuti oleh PemerintahDaerah.

Pasal46
(1) Penghapusan Cagar Budaya dari register nasional Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal45 dilakukan apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan;
c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan keasliannya; atau
d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.

(2) Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan tidak
menghilangkan data dalam Register Nasional CagarBudaya dan dokumen yang menyertainya.

(3) Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya.

BAB VIII
PERLINDUNGAN, PENGEMBANGAN
DAN PEMANFAATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 47
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil sludi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis,dan administratif.

(2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli dengan memperhatikan etika pelestarian.

(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.

(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 48
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/  atau kepakaran dari Pemerintah Daerah atas upaya pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan atau yang dikuasai.

Pasal 49
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.

Bagian Kedua
Perlindungan

Pasal 50
Setiap orang dapat berperan serta melakukanPelindungan Cagar Budaya.

Paragraf 1
Penyelamatan

Pasal 51
Setiap orang berhak melakukan Penyelamatan Cagar Budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan.

Pasal 52
(1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:
a. mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan
b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/ atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.

Pasal 53
(1) Cagar Budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman.

(2) Pemindahan Cagar Budaya sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koodinasi Tenaga Ahli.

(3) Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan Penyelamatan wajib merawat Cagar Budaya dari pencurian, pelapukan atau kerusakan baru.

Pasal 54
Penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dalam Pasal 53 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Pengamanan

Pasal 55
(1 ) Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya agar tidak hilang, rusak.hancur, atau musnah.

(2) Pengamanan Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik dan/ atau yang menguasainya.

Pasal 56
(1) Masyarakat dapat berperan serta melakukanPengamanan Cagar Budaya.

(2) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus memperhatikan
pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/ atau pariwisata.

(3) Pengamanan Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia.

Pasal57
Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya dapat dibawa ke luar wilayah daerah untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.

Pasal 58
Setiap orang dilarang:
a. merusak, menghilangkan dan/atau  mengambil dengan tanpa hak atas Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan,kelompok, dan/atau dari letak asal;
b. memindahkan dan/ atau memisahkan Cagar Budaya peringkat kabupaten, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali atas izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatannya; dan/atau
c. membawa Cagar Budaya ke luar wilayah daerah bukan untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 58 diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 3
Zonasi

Pasal 60
(1) Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan
pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian.

(2) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan keluasan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di Daerah.

(3) Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif,
apresiatif, dan/atau religi.

Pasal61
(1) Sistem Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertical  maupun horizontal.
(2) Pengaturan Zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan atau di air.

(3) Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat terdiri atas:
a. zona inti;
b. zona penyangga;
c. zona pengembangan; dan/atau
d. zona penunjang.

(4) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan
mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Bupati.


Paragraf 4
Pemeliharaan

Pasa! 62

(1) Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/ atau dikuasainya.

(2) Cagar Budaya yang ditelantarkan oleh pemilik dan/ atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 63
(1) Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia.

(2) Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan secara lengkap.

(3) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau  teknologi Cagar Budaya.

(4) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanannya dengan tata cara khusus.

(5) Pemerintah Daerah dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 5
Pemugaran
Pasal 64

(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktu rCagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau
mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya,dan/atau teknologi pengerjaan;
b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c. c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan

d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.

(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.

(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan StrukturCagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pengembangan

Paragraf 1
Umum

Pasal 65
(1) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya.

(2) Setiap orang dapat melakukan pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh:
a. izin Pemerintah Daerah; dan
b. persetujuan dari pemilik dan/ atau yang menguasai Cagar Budaya.

(3) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(4) Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan pendokumentasian.

Paragraf 2
Penelitian

Pasal 66
(1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui:
a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan
b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif
.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri.

(4) Proses dan hasil Penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya.

(5)Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian sebagaimana pada ayat (1) kepada masyarakat.

Paragraf 3
Revitalisasi

Pasal 67
(1) Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atauKawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang,tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian.

(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya.

Pasal68
(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya,baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatannya.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan.

Pasal69
Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.

Paragraf 4
Adaptasi

Pasal 70
(1) Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar  Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan:
a. ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/ atau
b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan:
a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;
b. menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
c. mengubah susunan ruang secara terbatas;dan/atau;
d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksiasli, dan  keharmonisan estetika lingkungan di
sekitarnya.

Pasal 71
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Pemanfaatan

Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang.

(3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli, dukungan dana, dan/atau pelatihan.

(4) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.

Pasal 73
Pemanfaatan yang dapat menyebabkan  terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian,dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.

Pasal74
(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

(2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Bupati  sesuai dengan peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya.

Pasal75
(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkansebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan perlindungannya.

(2) Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan
Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.

(3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti keadaan semula sebelum dimanfaatkan.

(4) Biaya pengembalian seperti keadaan semuladibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya.

Pasal 76
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai peringkat kabupaten hanya dapat dilakukan dengan izin Bupati.

Pasal77
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda CagarBudaya yang dimiliki danl atau dikuasai setiap orang atau dikuasai negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 78
Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di Museum dilakukan untuk sebesar-besar pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial,dan j atau pariwisata.

Pasal 79
Setiap orang dilarang:
a. mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa izin/ persetujuan pemilik dan/ atauyang menguasainya; dan/ atau
b. memanfaatkan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan izin sesuai dengan tingkatan kewenangannya.

Pasal 80
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.


BAB IX
PEMUGARAN DAN PEMULIHAN

Pasal 81
(1) Setiap orang yang akan melakukan pemugaran dan / atau, pembongkaran terhadap kawasan maupun bangunan Cagar Budaya harus mendapat izin dari Bupati.

(2) Apabila pemilik, penghuni dan/ atau pengelola kawasan dan/ atau bangunan Cagar Budaya dengan sengaja menelantarkan bangunannya sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan berkewajiban untuk memulihkan keadaan bangunannya seperti semula.

(3) Pemilik, penghuni dan/ atau pengelola kawasan dan /atau bangunan Cagar Budaya yang melakukan perubahan kawasan dan / atau bangunan CagarBudaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalamPeraturan Daerah ini diwajibkan memulihkan kawasan dan / atau bangunan ke keadaan semula dengan biaya sendiri.

(4) Apabila pemulihan tidak dilaksanakan maka tidak akan diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuanyang berlaku.

(5) Bangunan Cagar Budaya yang telah mengalami pemulihan tetap mempunyai golongan sarna seperti sebelumnya.

BABX
PENGAWASAN

Pasal 82
(1) Bupati melalui SKPD yang membidangi CagarBudaya atau Pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD yang membidangi Cagar Budaya atau Pejabat yang ditunjuk berwenang  mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan menyangkut kawasan dan /atau bangunan Cagar Budaya.

(3) Bupati dapat meminta pertimbangan Tim Ahli guna menunjang tugas dan efektifitas pengawasan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),.

(4) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Bupati.


BAB XI
PENDANAAN

Pasal 83
(1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan / atau
d. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk Pelindungan, Pengembangan,Pemanfaatan, dan Kompensasi Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional.

(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana cadangan untuk penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan penemuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah.

BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF

Paragraf 1
Teguran

Pasal 84
(I) Bupati berwenang untuk memberikan teguran,apabila terdapat kegiatan penyelenggaraan
pengelolaan serta pemugaran dan pemulihan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya yang
mengganggu ketertiban umum dan/ atau lingkungan sekitar.

(2) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus memuat:
a. ketentuan hukum yang dilanggar;
b. uraian fakta yang menggambarkan suatu tindakan pelanggaran;
c. hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak pelanggar;
d. tindakan Pemerintah Daerah yang akan dilakukan jika pelanggar tidak mematuhi teguran; dan
e. hal lain yang dianggap perlu dan relevan yang ditujukan untuk menghentikan tindakan pelanggaran.

(3) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana pada ayat (1)dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk.

Pasal 85

Bupati berwenang melakukan tindakan tertentu untuk menghentikan pelanggaran tanpa didahului dengan teguran apabila:
a. keadaan yang sangat segera mengancam keselamatan umum dan/atau Iingkungan (force
majeur); dan/atau
b. pihak pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya, gangguan,dan kerugian yang akan ditimbulkan.

Paragraf 2
Penghentian Kegiatan Pemanfaatan

Pasal 86
(1) Bupati berwenang untuk menghentikan kegiatanpemanfaatan kawasan dan/atau bangunan CagarBudaya apabila:
a. pemanfaatan bangunan Cagar Budaya menyebabkan kerusakan fasade bangunan;dan/atau
b. menyalahi izin.

(2) Penghentian kegiatan pemanfaatan kawasandan/atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat ( l ) ditetapkan denganKeputusan Penghentian.

(3) Keputusan Penghentian kegiatan pemanfaatan dikeluarkan oleh Bupati.

(4) Bupati dapat melimpahkankewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pejabat yang ditunjuk.

(5) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan pemanfaatannya dilakukan penyegelan.

Paragraf 3
Penghentian Kegiatan Pemugaran
dan/ atau Pembongkaran

Pasal 87
(1) Bupati berwenang untuk menghentikan kegiatan pemugaran dan/ atau pembongkaran kawasan dan/ atau Bangunan Cagar Budaya apabila:
a. pemugaran dan/atau pembongkaran bangunanCagar Budaya menyebabkan kerusakan fasade bangunan; dan/atau
b. belum memiliki izin membongkar dan/ ataumemugar.

(2) Penghentian kegiatan pembongkaran dan/ atau pemugaran kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Penghentian.

(3) Keputusan Penghentian kegiatan pemugaran dan/atau pembongkaran bangunan dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(4) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan pemugaran dan/atau pembongkarannya dilakukan penyegelan.
  

Paragraf 4
Pencabutan Izin

Pasal 88
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk wajib mencabut izin yang terkait dengan izin pemanfaatan, pemugaran dan pembongkaran apabila pemegang izin tidak memenuhi persyaratanyang telah ditentukan da!am izin dan/atau peraturan perundang-undangan.

(2) Keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksudpada ayat (1) memuat denganjelas dan tegas:
a. alasan-alasan hukum sehingga dilakukan pencabutan;
b. uraian fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran; dan
c. akibat hukum dari pencabutan izin.

Pasal 89
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjatuhan sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XIII
PENYIDlKAN

Pasal 90
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkunganPemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Pelestarian Cagar Budaya diberi wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (I)berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana CagarBudaya;
b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka danmemeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana CagarBudaya;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil dan memeriksa tersangka dan/atausaksi;
h. mendatangkan seorang ah!i yang diper!ukan da!am hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
I. membuat dan menandatangi berita acara; dan
J. mengadakan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Cagar Budaya.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pe!aksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik KepolisianNegara Republik Indonesia.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasa! 91
(1) Setiap orang yang me!anggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2),
Pasal 11 ayat (1), Pasal 19 ayat (5), Pasal 49, Pasal57 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 58, Pasal 68 ayat (1),dan/atau Pasal 79 diancam dengan pidana sebagaimana diatur da!am Undang-Undang Nomor11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
(2) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana  dimaksud da!am Pasal 12 ayat (4),Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1)ayat (4) dan ayat (5), Pasal 27 ayat (1), Pasal 53 ayat(3), Pasal 55 ayat (2), Pasal 62, Pasal 64 ayat (5),Pasal 73, Pasal 75 ayat (1), dan Pasal 79 ayat (3) diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 92
Dengan diber!akukannya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan yang menyangkut tentang Cagar Budaya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau be!um ditetapkan yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 93
Peraturan pe!aksanaan dari Peraturan daerah ini harus ditetapkan paling !ambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

Pasal 94
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam LembaranDaerah Kabupaten Blora

Diundangkan di Blora
pada tanggal ;…………………………………….

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLORA


NAMA………

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN …….NOMOR …….

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA
NOMOR  ….TAHUN ……..
TENTANG
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA


I. UMUM
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa "negara memajukan kebudayaa nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya" sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, maka daerah memiliki peran penting untuk ikut serta mengelola cagar budaya sebagai satu kesatuan memperkuat identitas budaya nasional. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang memiliki banyak peninggalan sejarah yang termasuk dalam katagori cagar budaya. Dalam rangka melindungi, mengembangkan dan  memanfaatkan peninggalan cagar budaya di Kabupaten Blora diperlukanadanya kebijakan yang sesuai dengan batas kewenangannya guna pelestarian Cagar Budaya di daerah.
Pelestarian Cagar Budaya di daerah merupakan upaya untukmempertahankan warisan budaya bangsa guna memperkuat identitas budaya nasional. Hal ini merupakan realisasi amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kebijakan Pelestarian tidak hanya dipahami dalam arti sempit yaitu sebagai upaya pelindungan, tetapi juga bentuk upaya pengembangan dan pemanfaatan. Pengaturan mengenai pe1estarian Cagar Budaya penting untuk dilakukan untuk menjaga warisan  budaya masa lalu, untuk dapat dinikmati masa kini dan di masa yang akan datang.
Upaya pelestarian menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan dukungan setiap orang dan masyarakat, serta dunia usaha sesuai dengan peran masing-masing.
Peraturan Daerah ini merupakan dasar kebijakan pengaturan di bidang Pelestarian Cagar Budaya di Kabupaten Bora.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas.

Pasa! 2
Hurufa
Yang dimaksud dengan asas Paneasila adalah Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Paneasila.

Hurufb
Yang dimaksud dengan asas Bhinneka Tunggal Ika adalah Pelestarian Cagar Budaya senantiasa memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya dalam rangka memperkuat kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.

Hurufc
Yang dimaksud dengan asas kenusantaraan adalah bahwa setiap upaya Pelestarian Cagar Budaya harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Negara Indonesia.

Hurufd
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah Pelestarian Budaya mencerminkan rasa keadilan dan kesetaraan proporsional bagi setiap warga kabupaten Blora.

Hurufe
Yang dimaksud dengan asas keterlibatan dan kepastian hokum adalah bahwa setiap pengelolaan Pelestarian Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf f
Yang dimaksud dengan asas kemanfaatan adalah Pelestarian CagarBudaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dalam aspek agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Hurufg
Yang dimaksud dengan asas keberlanjutan adalah upayaPelestarian Cagar Budaya yang dilakukan secara terus-menerus dengan memperhatikan keseimbangan aspek ekologis.

Hurufh
Yang dimaksud dengan asas partisipasi adalah setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam Pelestarian CagarBudaya.

Hurufi
Yang dimaksud dengan asas transparansi dan akuntabilitas adalahPelestarian Cagar Budaya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan terbuka dengan memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.

Pasal3
Cukup Jelas.

Pasal4
Cukup Jelas.

Pasa15
Cukup Jelas.

Pasal6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fungsi sosialnya" adalah pada prinsipnya Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur CagarBudaya, dan/  atau Situs Cagar Budaya yang dimiliki oleh seseorang pemanfaatannya tidak hanya berfungsi untuk kepentingan pribadi,tetapi juga untuk kepentingan umum, misalnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, pariwisata, agama,sejarah, dan kebudayaan.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "telah memenuhi kebutuhan pemerintah daerah" adalah apabila pemerintah daerah sudah memiliki Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang jumlah dan jenisnya telah tersimpan di museum Pemerintah Daerah serta di situs tempat ditemukannya.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.




Ayat (5)
Dalam beberapa kasus,  Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya berada dalam penguasaan Perhutani, PT KAI, dan yang lain.


Pasal 7
Yang dimaksud dengan "masyarakat hukum adat" adalah masyarakat yang memiliki perasaan kelompok (in-group feeling), pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat, dan
perangkat norma hukum adat.

Pasal 8
Cukup Jelas.

Pasal9
Cukup Jelas.

Pasal 10
Cukup Jelas.

Pasal 11
Cukup Jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "koleksi" adalah benda-benda bukti materil hasil budaya. termasuk naskah kuno, serta material alam darn lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama. kebudayaan, teknologi. dan/atau pariwisata.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang di bidangkebudayaan" adalah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk tingkat daerah.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Pasal14
Ayat (1)
Yang termasuk "aparat penegak hukum", antara lain, adalah polisi,jaksa, dan hakim.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 15
Cukup Jelas.

Pasal 16
Cukup Jelas.

Pasal 17
Cukup Jelas.

Pasal 18
Cukup Jelas.

Pasal 19
Cukup Jelas.

Pasal20
Cukup Jelas.

Pasal21
Cukup Jelas.

Pasal22
Cukup Jelas.

Pasal 23
Cukup Jelas.

Pasal24
Cukup Jelas

Pasal25
Cukup Jelas.

Pasal26
Cukup Jelas.

Pasal27
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud diambil alih oleh Pemerintah Daerah adalah pengelolaan atas Benda, Bangunan, Struktur, Kawasan dan Situs Cagar Budaya diambil alih oleh Pemerintah Daerah. Pengambilalihan ini tidak mengubah status kepemilikannya.

Pasal28
Cukup Jelas.

Pasal29
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya" adalah benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang dianggap telah memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya.

Pasal30
Cukup Jelas.

Pasa! 31
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Hurufa
Cukup Jelas.

Hurufb
Contoh "bukti yang sah", antara lain, adalah sertilikat hak milik atas tanah, kuitansi pembelian, dan surat wasiat yang disahkan oleh notaris.

Pasal 32
Cukup Jelas.

Pasal 33
Cukup Jelas.

Pasal34
Cukup Jelas

Pasal35
Penyebarluasan informasi tentang Cagar Budaya dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui penyuluhan, media cetak, media elektronik, dan pementasan seni.

Pasal36
Cukup Jelas.

Pasal37
Cukup Jelas.

Pasal38
Hurufa
Cukup Jelas.

Hurufb
Yang dimaksud dengan "Adiluhung" adalah Cagar Budaya yang  mengandung nilai-nilai yang paling tinggi.

Hurufc
Cukup Jelas.

Huruf d
Cukup Jelas.

Hurufe
Cukup Jelas.

Pasal39
Cukup Jelas.

Pasal40
Cukup Jelas.

Pasal41
Cukup Jelas.

Pasal42
Cukup Jelas.

Pasal43
Hurufa
Yang dimaksud dengan "musnah" adalah tidak dapat ditemukan lagi.

Hurufb
Cukup Jelas.

Hurufc
Cukup Jelas.

Hurufd
Cukup Jelas.

Pasal44
Cukup Jelas

Pasal45
Cukup Jelas.

Pasal46
Cukup Jelas.

Pasal47
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "kegiatan  pendokumentasian" adalah pendataan, antara lain uraian teks, grafis, audio, video, foto, film,dan gambar.

Pasa148
Cukup Jelas.

Pasal49
Cukup Jelas.

Pasal 50
Cukup Jelas.

Pasal 51
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah kondisi yang mengancam kelestarian Cagar Budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa bumi, dan perang.

Pasal 52
Cukup Jelas.

Pasal 53
Cukup Jelas.

Pasal 54
Cukup Jelas

Pasal 55
Cukup Jelas.

Pasal56
Cukup Jelas.

Pasal 57
Cukup Jelas.

Pasal58
Cukup Jelas.

Pasal 59
Cukup Jelas.

Pasal60
Cukup Jelas.

Pasal61
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Hurufa
Yang dimaksud dengan "zona inti" adalah area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya.

Hurufb
Yang dimaksud dengan "zona penyangga" adalah area yang melindungi zona inti.

Hurufe
Yang dimaksud dengan "zona pengembangan" adalah area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi eagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan.

Hurufd
Yang dimaksud dengan "zona penunjang" adalah area yang diperuntukan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Pasal62
Cukup Jelas.

Pasal63
Ayat (1)
Yang termasuk dalam konteks kerusakan adalah deteriorasi(deterioration), yaitu fenomena penurunan karakteristik dan kualitas Benda Cagar Budaya, baik akibat faktor fisik (misalnya air, api, dan cahaya), mekanis (misalnya retak, dan patah), kimiawi (misalnya asam keras, dan basa keras), maupun biologis (misalnya jamu ,bakteri, dan serangga).

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Cukup Jelas.

Pasal64
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "rekonstruksi" adalah upaya mengembalikan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebatas kondisi yang diketahui dengan tetap mengutamakan prinsip keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak, termasuk dalam menggunakan bahan baru sebagai pengganti bahan asli.

Yang dimaksud dengan "konsolidasi" adalah perbaikan terhadap Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi dan menghambat proses kerusakan lebih lanjut.

Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" adalah upaya perbaikan dan pemulihan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang kegiatannya dititik beratkan pada penanganan yang sifatnya parsial.

Yang dimaksud dengan "restorasi" adalah serangkaian kegiatan  yang bertujuan mengembalikan keaslian bentuk, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ayat (2)
Hurufa
Cukup Jelas.

Hurufb
Cukup Jelas.

Huruf c
Cukup Jelas.

Hurufd
Kompetensi pelaksana ditentukan berdasarkan sertifikasi sebagai tenaga ahli.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Cukup Jelas.

Pasal65
Cukup Jelas.

Pasal66
Cukup Jelas.

Pasal67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fungsi sosial" adalah tidak hanya berfungsi untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan umum,misalnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi,pendidikan, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Pasal68
Cukup Jelas.

Pasal69
Cukup Jelas.

Pasal 70
Cukup Jelas.

Pasal71
Cukup Jelas.

Pasal 72
Cukup Jelas.

Pasal 73
Cukup Jelas.

Pasal74
Ayat (1)
Contoh dari kepentingan tertentu adalah untuk kenegaraan, keagamaan, dan tradisi. Cukup Jelas

Pasal75
Cukup Jelas.

Pasal76
Cukup Jelas.

Pasal77
Cukup Jelas.

Pasal78
Cukup Jelas.

Pasal 79
Cukup Jelas.

Pasal80
Cukup Jelas.

Pasa! 81
Cukup Jelas.

Pasal82
Cukup Jelas.

Pasal 83
Cukup Jelas.

Pasa184
Cukup Jelas.

Pasa! 85
Cukup Jelas.

Pasal86
Cukup Jelas.

Pasal87
Cukup Jelas.

Pasal88
Cukup Jelas.

Pasal89
Cukup Jelas.

Pasal90
Cukup Jelas.

Pasal 91
Cukup Jelas.

Pasal92
Cukup Jelas.

Pasal 93
Cukup Jelas.

Pasal94
Cukup Jelas.







TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLORA  NOMOR…………….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar